Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

64 Tahun PMII, Catatan untuk PMII Blitar: Upaya Meningkatkan Kualitas di Tengah Krisis Identitas

64 Tahun PMII, Catatan untuk PMII Blitar: Upaya Meningkatkan Kualitas di Tengah Krisis Identitas

Ditulis oleh Alex Cahyono, Ketua Rayon PMII Fisip-Hukum Komisariat Unisba Blitar 2023-2024

Tepat hari ini, 64 tahun lalu, bertempat di Gedung Madrasah Mualimin NU, Wonokromo, Surabaya telah diselesaikan Peraturan Dasar Organisasi setelah 3 hari sebelumnya diselenggarakan Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin yang hasilnya menyepakati berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai wadah kemahasiswaan nahdliyin. Pada hari itulah disetujui hari lahir PMII jatuh pada 17 April 1960.

Pada kiprah sejarahnya PMII semakin berkembang melahirkan berbagai macam respon sejarah sesuai keadaan bangsa pada setiap zaman. Mulai dari orientasi wadah yang cukup idealis hingga politis telah ikut serta dalam perjuangan panjang organisasi hingga sekarang ini.

Segala bentuk kedinamisan PMII dalam memposisikan diri selain memberi warna saat perjalanannya, juga akan menimbulkan pertanyaan tertentu kepada setiap individu dalam organisasi, misalnya "Sampai di mana wadah ini akan mengantarkan ratusan ribu anggotanya pada keberhasilan pengkaderan yang dijanjikan?" Atau yang cukup ekstrim "Apa tolak ukur PMII dalam konteks individual, komunitas maupun organisatorisnya?

Tentu saja ketika dua hal tersebut tidak mampu dijawab maka jawaban paling menyebalkan akan terlontar "Tergantung cara masing - masing individu berproses". Pertanyaan berikutnya, lalu untuk apakah organisasi ini dibentuk struktural secara top-down lengkap dengan semua pertanggungjawaban namun di segala jenjangnya tak mampu memastikan sinkronisasi antara keberhasilan organisasi dan keberhasilan kader. 

Catatan untuk PMII Blitar

Sebagai sebuah cabang yang dirintis sejak awal reformasi dan telah menghasilkan 20 generasi kepemimpinan sejak terbentuk, PMII Blitar sekarang harusnya mampu menghindari pertanyaan - pertanyaan dilematis seperti itu yang secara tidak langsung sangat dirasakan saat ini. 

Jika melihat generasi kepemimpinan yang menyentuh kepala dua harusnya pula sudah muncul kematangan di tubuh struktural kepengurusan cabang di setiap masa khidmad. Namun yang terjadi malah sebaliknya, setiap masa khidmad selalu saja terjadi kevakuman di beberapa lini kepengurusan, yang menyebabkan mesin organisasi tidak berjalan maksimal.

Seluruh hubungan struktural satu sama lain terhubung dengan kerangka keorganisasian sesuai aturan. Kemudian ketika satu lini kepengurusan vakum pertanyaannya "Siapakah yang melakukan fungsi pendampingan struktural untuk komisariat dan rayon?" Diserahkan kepada satu orang saja, ketua misalnya? "Lalu bagaimana ketika tidak hanya satu lini saja namun keseluruhan kepengurusan vakum?".

Di sisi lain, PMII juga harus menjalankan prinsip disiplin organisasi dengan cara menjalankan kaidah dalam aturan organisasi. Sebagai contoh, PMII mempunyai dua sistem pengkaderan yakni kaderisasi formal dan non formal. Di mana kaderisasi formal merupakan kaderisasi wajib sebagai dasar kualifikasi jenjang kepengurusan sedangkan kaderisasi non formal adalah kaderisasi penunjang untuk mengarahkan kaderisasi formal selanjutnya sesuai tingkatan. 

Oleh karena itu, keduanya memiliki relevansi untuk mengarahkan alur kaderisasi. Sangat berbahaya apabila kegiatan dibuat tanpa memperhatikan relevansi satu kegiatan menuju kegiatan lainnya. Mungkin ada yang beranggapan bahwa organisasi ini tak sekaku itu bisa dimodifikasi segala macam demi kenyamanan kader. Namun harus diingat ini merupakan organisasi kemahasiswaan yang tujuannya sudah sangat jelas arahnya bukan organisasi hedonis.

Barangkali ini adalah akibat dari beragam tantangan membentuk kesadaran kolektif. Karena seringkali dalam membangun kesadaran yang kolektif tersebut selalu dihadapkan dengan tingkat pemahaman yang cukup heterogen, memiliki orientasi dan visi yang berbeda, karakter yang beragam, tuntutan yang tidak selalu sama, asal usul kultur yang tidak homogen dan cara-cara menerjemahkan dan menyikapi kejadian-kejadian, perubahan-perubahan, kemandekan-kemandekan organisasi selama ini. 

Semoga saja tulisan ini dapat dijadikan refleksi pergerakan pada usianya ke-64 yang semakin menunjukkan tantangan lebih berat, khususnya bagi PMII Blitar. Kalaupun tidak minimal jadi gerutu penulis.