Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Desa Panggungrejo

Sejarah Desa Panggungrejo
Kantor Desa Panggungrejo. (foto: website Desa Panggungrejo)
Bicara Blitar--
Sejarah Desa Panggungrejo tidak terlepas dari legenda Mbah Gadung Melati. Desa ini awalnya dari cerita padukuhan Panggung Dolok yang sekarang menjadi Desa Panggungrejo.

Secara umum masyarakat meyakini bahwa orang atau tokoh dalam cerita tersebut merupakan orang pertama (cikal bakal) yang membuat hutan menjadi Desa Panggungrejo.

Legenda Mbah Gadung Melati (Pangeran Prabu Gadung Melati)

Pada akhir abad ke 18 terutama pasca perang Kesultanan Mataram, yaitu perang besar di tanah jawa antara bangsawan Kesultanan Mataram.

Waktu itu Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda, yang akhirnya dimenangkan oleh Belanda dengan kelicikannya.

Setelah perang tersebut banyak pengikut Pangeran Diponegoro yang melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.

Mereka lari ke luar daerah Mataram untuk mencari tempat yang aman guna menyusun kekuatan kembali untuk mengobarkan semangat anti penjajahan di daerah lain.

Konon ceritanya, salah satu dari pengikut Pangeran Diponegoro juga masih kerabat kerajaan Majapahit keturunan dari Batoro Kathong yang bernama Pangeran Gadung Melati melarikan diri kearah timur.

Sesampainya di tengah hutan yang bernama Gunung Kendeng dan beliau berjalan terus ke lereng selatan Gunung Kendeng.

Sesampainya di hutan lereng Gunung Kendeng dia beristirahat dan merasa tempat peristirahatannya aman, sehingga beliau memutuskan untuk membuat tempat peristirahatan rumah yang berasal dari kayu jati gelondongan / bulat yang disebut kayu dolog.

Pembuatan rumah kayu tersebut dibantu oleh kedua orang teman/abdinya yang bernama Mbah Jahet dan Mbah Sutol.

Konon yang bernama Mbah Sutol tersebut tidak mempunyai kak /cacat. Dari hari kehari jumlah pengikut Pangeran Gadung Melati terus bertambah.

Kurang dari 10 orang yang diketuai oleh Mbah Karso Drono yang datang dari Mataram dan kesemuanya bertempat tinggal dihutan tersebut. Sedikit demi sedikit hutan dibabat dijadikan perumahan dan ladang pertanian sekitar tahun 1881.

Mengingat di hutan tersebut banyak dihuni oleh harimau, sehingga gubuk/perumahan tersebut dibuat bentuk panggung untuk menghindari serangan binatang buas.

Setelah rumah-rumah dari panggung tersebut semakin banyak maka wilayah itu diberi nama Panggung Dolok yang artinya rumah yang berbentuk panggung yang terbuat dari kayu Dolok.

Beberapa tahun kemudian Pangeran Gadung Melati beserta Mbah Jahet dan Mbah Sutol meninggal dunia dan ketiganya dimakamkan di pinggir desa.

Karena dia seorang bangsawan, mereka dibuatkan astana makam tersendiri yang sampai saat ini dikenal oleh banyak orang sebagai sadranan dengan sebutan Mbah Dayang Aryo Dipati Pangeran Prabu Gadung Melati.

Sampai saat ini makam tersebut oleh banyak orang masih dikeramatkan, karena setiap orang yang mempunyai hajat pasti minta do’a restu kepada Mbah Danyang Aryo Dipati Pangeran Prabu Gadung Melati.

Masyarakat berharap saat berdoa di situ hajatnya berjalan dengan lancar dan selamat.

Selain itu setiap tahun juga digunakan oleh banyak orang berkumpul bersama-sama ditempat itu guna memohon dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, apabila terjadi kesulitan misalnya pada saat sulitnya turun hujan diwaktu permulaan musim penghujan.

Tahun terus berjalan dan penghuni tempat tersebut makin banyak namun belum membentuk suatu wilayah (Desa).

Maka untuk itu pada tahun 1891 dibentuk suatu desa dengan nama desa Panggung Dolok, dengan di pimpin oleh lurah yang bernama Djontono (Lurah yang pertama) mulai tahun 1891 – 1901.

Karena dari tahun ketahun desa tersebut semakin ramai maka nama Desa Panggung Dolok oleh Lurah Djontono diubah menjadi Desa Panggungrejo.

Arti dari Panggungrejo adalah, Panggung = daerah tinggi dan rejo = ramai dengan harapan nantinya Desa Panggungrejo walaupun terletak di dataran tinggi (Pegunungan) tetapi tetap ramai.

sumber: website Desa Panggungrejo